Die With Zero : Melawan Pemahaman Umum Tentang Pensiun

Reading Time : 9 menit

Jika bicara tentang pensiun, apa hal pertama yang terbesit di pikiranmu? Mungkin pandangan yang normal adalah bekerja hingga umur 60-70 tahun, mengumpulkan sekian besar dana tabungan, lalu berhenti dari pekerjaan setelahnya dan hidup menggunakan tabungan yang sudah dikumpulkan sebelumnya. Tapi saat dipikirkan lebih dalam, muncul sebuah pertanyaan baru, apa yang akan kita lakukan setelah pensiun?

Sebelum mulai membaca buku ini, mungkin saya punya pemahaman serupa tentang pensiun. Hanya saja saya tidak ingin bekerja hingga umur 70 tahun, saya ingin pensiun lebih cepat, menabung lebih banyak saat muda agar bisa pensiun mungkin di umur 40 tahun. Namun pertanyaan yang sama tetap muncul, apa yang akan saya lakukan setelah pensiun? Jawaban saya, “saya tidak tahu!” Jika kamu punya pertanyaan yang sama dan jawaban yang sama, mungkin buku ini cocok untukmu!

Pertama kali saya mengetahui tentang buku Die With Zero oleh Bill Perkins ini adalah melalui video Youtube Fellexandro Ruby pada sekitar Maret 2024. Awalnya saya cukup skeptis dengan konsep ini, karena konsep ini sangat bertolak belakang dengan prinsip keuangan personal saya. Saya termasuk penganut ‘FIRE (Financial Independence, Retire Early) movement’ untuk mengelola keuangan pribadi saya. Saya berusaha menabung sebanyak mungkin di usia muda, untuk mencapai target angka modal investasi tertentu dan hidup dari imbal hasil investasi tersebut setelahnya. Karena itu, konsep meninggal dengan nol rupiah di rekening sangat tidak masuk akal untuk saya. Apalagi saat itu saya masih berada di tengah fase mengumpulkan target angka saya.

Namun pada sekitar Juni 2025, buku ini berhasil masuk kembali ke radar saya melalui video Youtube Raditya Dika. Entah bagaimana, di pertemuan kedua saya dengan buku ini, mulai muncul ketertarikan dan pertanyaan-pertanyaan tentang “apa sebenarnya Die With Zero ini?“. Setelah saya berhasil mendapatkan buku ini, saya coba baca dan dugaan saya benar. Buku ini sangat kontroversial! Tidak untuk semua orang! Apa yang membuatnya kontroversial?

Gambar oleh Erik Karits

Jujur, buku ini dibuka dengan sangat menarik. Penulis menceritakan tentang fabel jaman kecil yang biasa kita dengar yaitu tentang Semut dan Belalang. Jika mungkin kamu lupa, fabel ini bercerita tentang semut yang rajin bekerja untuk mengumpulkan makanan, sedangkan belalang selalu asyik bermain setiap hari. Saat tiba waktunya musim dingin, semut merasa aman dengan persediaan makanan yang berlimpah, sedangkan belalang kelaparan melewati musim dingin yang berat tanpa makanan. Dari fabel ini, kita selalu diajarkan untuk menjadi sang semut, yang selalu rajin bekerja dan menabung untuk mempersiapkan masa depan. Jangan menjadi belalang yang tidak peduli dengan masa depan dan menghabiskan waktunya hanya dengan bermain sepanjang hari.

Namun penulis justru mempertanyakan, apakah semut bahagia dengan semua yang dia lewati? Kapan waktunya semut bermain? Atau mungkin seharusnya kita tidak harus menjadi semut atau belalang, tapi menjadi sesuatu ditengah keduanya? Yang mampu hidup sepenuhnya, tanpa khawatir dengan masa depan? Pertanyaan-pertanyaan ini cukup menarik bagi saya. Mungkin tidak bagi sebagian orang, karena saya melihat banyak pro dan kontra tentang konsep ini. Banyak yang merasa bagaimana bisa ‘Die With Zero’ jika bahkan sudah ‘Zero‘ sebelum ‘Die‘? Tapi jika kamu merasa ini menarik, yuk kita lanjutkan ke bagian berikutnya. Saya juga akan jelaskan mana insight yang bisa saya ambil, dan mana yang mungkin perlu sedikit penyesuaian.

Saya mungkin tidak akan membahas buku ini dari bab ke bab, karena tentu kamu perlu membacanya sendiri. Tapi saya akan langsung pada topik utama dari buku ini. Meskipun tidak dijelaskan secara langsung tentang ‘Die Without Regrets’ atau meninggal tanpa penyesalan dalam buku ini, saya menangkap pesan ini cukup dalam setelah membacanya. Hidup adalah kumpulan memori untuk diceritakan, oleh karena itu sudah sewajarnya kita untuk mencurahkan waktu, tenaga, dan uang kita untuk berinvestasi pada pengumpulan memori sepanjang hidup kita.

Gambar oleh Pixabay

Jika kamu adalah orang yang percaya bahwa uang hanyalah alat tukar dan bukan tujuan hidup, maka sudah selayaknya kamu memikirkan tentang hal ini juga. Jika sudah mengumpulkan uang, lalu apa yang perlu dilakukan dengan uang tersebut? Apakah hanya untuk sebatas bertahan hidup? Apakah kita diciptakan hanya untuk sekedar bertahan hidup? Saya rasa tidak, tapi kamu bebas untuk tidak sepakat.

Jika kita sudah berinvestasi sebaik mungkin untuk mengumpulkan memori sepanjang hidup kita, maka diharapkan tidak akan ada penyesalan saat tiba waktunya kita meninggal nanti. Kita sudah berjuang untuk melakukan apa yang benar-benar ingin kita lakukan, dan tidak terpaksa untuk melakukan hal yang tidak kita inginkan. Maka tidak akan ada lagi yang perlu disesali, kan? Mungkin jika diminta untuk menjelaskan tentang ide dasar buku ini secara singkat, ini yang akan saya sampaikan. Namun tentu kita tidak bisa berhenti di ‘mengapa’-nya saja, kita perlu maju untuk mencari ‘bagaimana’ cara melakukannya.

Kita tentu sepakat bahwa waktu adalah hal yang paling berharga, karena waktu tidak pernah bisa kembali. Ada hal-hal atau aktivitas tertentu yang hanya bisa dilakukan dalam rentang waktu tertentu untuk mendapatkan kebahagiaan terbesar dari aktivitas tersebut. Contohnya mencoba melakukan hal-hal ekstrem, mungkin akan sangat rasional jika dilakukan saat muda, karena saat itu kita memiliki energi paling besar, dan kemungkinan recovery yang jauh lebih besar dibanding saat berumur lebih dari 50 tahun. Atau mungkin berlibur ke suatu tempat yang jauh dan eksotis, mungkin akan lebih bisa dinikmati saat berumur 30-40 tahun dibanding saat berumur 60 tahun.

Coba lihat ilustrasi di atas, mungkin kita tidak ingin jauh-jauh ke Venice hanya untuk tertidur. Foto ini hanya ilustrasi, saya tidak bermaksud untuk mengejek atau mengolok pasangan ini, bisa jadi mereka sangat bahagia untuk menjelajah sebelumnya hingga tertidur setelahnya. Tapi you got the point, right?

Mungkin melakukan hal ekstrem atau berlibur tidak begitu cocok untukmu, tapi ada satu ilustrasi lain yang mungkin menarik. Bayangkan kamu memiliki anak, tapi kamu terlalu fokus bekerja sehingga tidak sempat melihat tumbuh kembang anakmu. Saat kamu sadar, anakmu sudah besar dan tidak ada memori indah bersamamu. Ilustrasi ini sangat jelas untuk menggambarkan tentang konsep time-bucket. Mau tidak mau, percaya tidak percaya, ada beberapa hal yang memang lebih tepat dan lebih bermakna dilakukan di rentang waktu tertentu. Untuk konsep ini, saya sangat sepakat.

Sepanjang 8 bab pertama, penulis menceritakan banyak cerita tentang dirinya atau tentang orang lain, mengenai pentingnya berinvestasi pada pengalaman atau experience. Konsep itu terus disebutkan dan diulang berkali-kali, menunjukkan betapa pentingnya hal ini bagi penulis. Meskipun begitu, bukan berarti harus menghabiskan semua uangmu hari ini, dan masa bodoh dengan masa depan! Atau istilah modernnya, YOLO — You Only Live Once.

Dalam hal ini, kita tetap perlu menghitung secara rasional, dan membuat opsi terbaik dari kondisi kita masing-masing. Kita tetap harus bertanggung jawab pada diri kita masing-masing, dan jangan sampai menyusahkan orang lain hanya karena kita menganut Die With Zero garis keras. Kita berhasil liburan keliling dunia saat muda, namun kita harus hidup di masa tua dengan menyusahkan bergantung anak-anak kita. Sangat tidak bijak! Penulis mencoba untuk menjelaskan beberapa metode investasi yang mungkin masuk akal di Amerika Serikat, namun sedikit berbeda dengan apa yang kita miliki di Indonesia.

Gambar oleh Kaboompics

Contohnya seperti tetap memiliki asuransi agar tetap aman di masa tua. Atau tetap menyisihkan sebagian dana untuk diinvestasikan yang nanti akan cukup untuk menghidupi kita di masa tua. Intinya never all in dalam berinvestasi, meskipun itu untuk memori atau pengalaman. Menurut saya, konsep ini sangat cocok untuk diterapkan berdampingan dengan FIRE movement yang saya jelaskan sebelumnya. Namun alih-alih pensiun di umur 35 atau 40 tahun, dengan hidup super frugal di masa muda, mungkin kita bisa pensiun di umur 45 atau 50 tahun, dengan tetap menikmati masa muda kita secara optimal.

Mau tidak mau kita harus mau berteman dengan matematika, sebenci apapun kita dengan matematika di masa sekolah kita. Karena dengan tahu caranya menghitung, kita bisa menakar dengan baik cara penyesuaian paling optimal untuk hidup dengan lebih baik. Dapat menerapkan konsep yang ada di Die With Zero, dengan tetap mampu untuk menjamin hidup kita di masa tua.

Tentu saat mendengar kata ‘Die With Zero’, akan terbesit pemikiran : apakah artinya kita tidak memberikan warisan? Saya pun juga berpikir begitu. Namun penulis memberikan ilustrasi menarik tentang hal ini. Mungkin akan sedikit berbeda dengan budaya Indonesia, namun kita tetap bisa menarik benang merahnya.

Penulis menceritakan tentang seseorang ibu bernama Virginia yang bercerai dari mantan suaminya, dan berjuang secara keuangan dalam kemiskinan untuk mengasuh 4 orang anaknya di masa mudanya tanpa bantuan sang mantan suami. Sang ibu berjuang cukup baik bertahun-tahun hingga mampu mencapai stabilitas keuangan. Saat berumur 49 tahun, orang tua dari Virginia meninggal dan meninggalkan warisan uang untuk Virginia. Warisan ini tetap berharga, namun akan jauh lebih berharga jika diberikan saat Virginia berada pada fase terendahnya setelah bercerai dengan mantan suaminya dan harus menghidupi anak-anaknya yang masing kecil.

Cerita ini memberikan saya pandangan baru soal warisan yang dibagikan setelah kita meninggal. Kenapa tidak kita berikan dalam bentuk pendidikan yang lebih baik di masa muda? Kenapa tidak kita berikan pada saat anak kita menuju remaja agar punya banyak memori indah dengan orang tuanya? Kenapa tidak membantu mereka saat kesulitan? Dan justru menunggu kita meninggal untuk membaginya, dimana kemungkinan anak kita juga sudah dewasa dan stabil secara finansial?

Gambar oleh Pixabay

Dengan membaginya sebelum meninggal, kemungkinan besar juga dapat menghindari konflik perebutan warisan yang biasa terjadi di Indonesia. Selain itu pajak dan biaya lainnya untuk warisan jauh lebih mahal dibanding pajak untuk hibah kepada anak-anak kita saat kita belum meninggal. Memang budaya warisan ini sudah dilakukan turun temurun disini, dan kadang kita lupa untuk mempertanyakan ulang rasionalisasi di baliknya.

Menurut saya, buku Die With Zero oleh Bill Perkins ini sangat menarik, dan berhasil membuka pemahaman saya tentang bagaimana memperlakukan uang saya. Meskipun begitu, penerapan hal-hal yang ada pada buku ini tidak bisa ditelan mentah-mentah. Hipotesa saya, buku ini akan sangat bermanfaat jika kamu sudah mampu “berteman” dengan keuangan pribadimu. Dalam artian kamu sudah paham bagaimana caramu mengelola uangmu sendiri, sadar tentang kemampuan finansialmu, dan sudah mempu memenuhi kebutuhan dasar/primermu.

Buku ini akan menjadi sangat imaginatif, utopis, dan idealis jika dibaca dalam kondisi kita masih khawatir dengan bagaimana agar tetap bisa bertahan hidup bulan depan. Tetap boleh dibaca, namun saya percaya bahwa memang setiap buku atau pengetahuan memiliki rentang waktu terbaiknya untuk dapat diserap secara optimal. Terkadang buku yang sama, dibaca oleh orang yang sama, pada waktu dan kondisi yang berbeda dapat memberikan dampak yang berbeda juga.

Memang dalam buku ini, terlihat bahwa penulis melakukan banyak simplifikasi. Dimana diasumsikan hidup kita akan selalu lancar, pemasukan kita pasti terus bertambah seiring berjalannya waktu, dan tidak ada gonjangan besar dalam hidup kita di masa depan. Meskipun tidak dinyatakan secara eksplisit. Namun sebagian besar konsep dan argumen dalam buku ini tetap sangat menarik untuk membuat kita berpikir ulang. Saya pribadi sangat senang ketika saya menemukan buku-buku yang membuat saya memikirkan ulang pandangan lama yang saya anut dan amini selama ini.

Sekian personal summary buku Die With Zero oleh Bill Perkins kali ini. Tetap stay tune untuk personal summary buku lainnya!

Tentang Penulis
Picture of Kelvinsius Julio
Kelvinsius Julio
Pelajar generalis. Tertarik dengan dunia bisnis, pendidikan, dan digital. Menyukai buku-buku tentang bisnis, self-improvement, dan keuangan.

DAFTAR ISI

CEK PERSONAL SUMMARY LAINNYA

SHARE TULISAN INI

CEK AGENDA TERDEKAT

SUBMIT TULISANMU SENDIRI

Kirimkan tulisan Book Personal Summary mu sendiri untuk dipublikasikan di website Book at Cafe.

Scroll to Top